Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tegal mengadakan Focus Group Discussion (FGD) membahas tentang arah implementasi UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) di Hotel Grand Dian Slawi, Selasa 29 Maret 2022.
Dalam FGD tersebut, hadir dari Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dan Tax Center Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto sebagai narasumber dan moderator.
Sekda Kabupaten Tegal Widodo Joko Mulyono yang mewakili Bupati Tegal Umi Azizah menyampaikan, lahirnya UU HKPD didasari atas keinginan Pemerintah untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan meningkatkan kualitas belanja daerah, ditambah dengan harmonisasi kebijakan fiskal daerah.
”Sehingga melalui UU HKPD ini terwujud penguatan desentralisasi dengan adanya perbaikan kualitas,”katanya.
Menurut Sekda Joko, perlu ada pemahaman yang sama baik itu Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan mencermati point-point pokok UU HKPD dipaparkan oleh DJPK.
”Perlu diskusikan bagaimana langkah yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah baik dari sisi yuridis formal administratif yaitu bagaimana strategi akselerasi penyusunan peraturan pelaksanaanya di daerah (Perda/Perbub), juga tentang substansi dari isi UU HKPD itu sendiri,”ujarnya.
Jika mencermati dari asal-pasal yang ada dalam UU HKPD, lanjut dia, merupakan suatu bentuk reformasi total mengenai tata kelola transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
”Bagaimana kita mengelola transfer ke daerah, bagaimana bisa berdampak sekaligus mendorong APBD lebih berkualitas yaitu adanya perbaikan kualitas output dan outcomenya,”katanya.
Untuk mewujudkan tujuan UU HKPD tersebut, Sekda Joko menegaskan, Pemerintah telah merumuskan empat strategi pencapaian tujuan tersebut, yaitu :
1. Menguatkan sistem perpajakan daerah dengan mendorong kemudahan berusaha di daerah, mengurangi retribusi atas layanan wajib, opsen perpajakan daerah antara provinsi dan kabupaten/kota dan sebaliknya, serta basis pajak baru.
”Di sini ada penggabungan objek-objek pajak yang sejenis dengan harapan collection dan administrative cost-nya lebih baik,”paparnya.
2. Meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal dengan reformulasi DAU, DBH yang berkeadilan, DAK yang fokus untuk prioritas nasional, hingga sinergi pendanaan lintas sumber pendanaan.
Dimana DAU formulanya tidak satu untuk semua, tetapi disesuaikan dengan karakteristik daerah. ”Misalnya daerah dengan penduduk yang sedikit atau daerah basis wisata, pertanian, industri dan sebagainya.”
3. Meningkatkan kualitas belanja daerah melalui penguatan disiplin dan sinergi belanja daerah, peningkatan kapasitas SDM daerah, hingga TKD yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik.
4. Melakukan harmonisasi belanja pusat dan daerah melalui penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah, pengendalian defisit APBD hingga refocusing APBD dalam kondisi tertentu.
”Dari keempat hal yang sudah digariskan itu tentu daerah dalam hal ini baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota harus bisa memahaminya, dan mampu untuk melaksanakannya,”tandasnya..